Salah satu kebijakan Pemkab Sukabumi adalah meningkatkan iklim investrasi yang kondusif untuk berkembangnya dunia usaha, terutama sektor strategis.
Demikian salah satu kesimpulan wawancara dengan Bupati Sukabumi, H. Sukmawijaya, di kantornya, Oktober lalu. Sebab, “Omong kosong kalau kita mau mensejahterakan rakyat tanpa ada lapangan pekerjaan. Omong kosong juga ada lapangan pekerjaan kalau tidak ada investor. Dan, omong kosong pula ada investor kalau yang ditawarkan tidak menarik,” imbuhnya.
Salah satu insentif yang ditawarkan Pemkab Sukabumi bagi para calon investor adalah pelayanan satu atap di Dinas Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (Dinas PTPM). Melalui dinas tersebut, calon investor akan di berikan kemudahan denga standar-standar yang sudah ada. Bila ada pihak yang tidak puas, investor berhak komplain kepada Kepala Dinas PTPM, atau langsung kepada bupati. “Saya akan memantau ketat perkembangan dinas tersebut, agar mereka benar-benar melayani dengan baik. Bila perlu, investor itu kita perlakukan sebagai raja,” tandas Sukmawijaya.
Memang, perizinan yang diberikan Pemkab Sukabumi kepada calon investor saat ini super mudah, lantaran melalui satu pintu. Untuk izin lokasi misalnya, paling lama rampung dalam 14 hari kerja. Padahal sebelumnya sampai berbulan-bulan.
Sapi Perah dan Ayam Ras
Adalah Gapoktan Goalpara, salah satu investor bidang peternakan sapi perah, yang telah menangkap peluang investasi di Sukabumi. Mulai tahun ini, di atas bukit seluas 20 hektar di Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Gapoktan Goalpara sedang mengembangkan kawasan peternakan sapi perah. “Sampai saat ini (Oktober) kami baru mengusahakan 231 ekor bibit. Rencananya, sampai 2011 kami akan mengupayakan 1.000 ekor dengan total luas garapan 350 hektar,” papar Priatmana, Ketua Gapoktan Goalpara. Sebenarnya, gapoktan ini sudah dibentuk sejak 1997. Sebelum mengembangkan di Kertaangsana, populasi milik gapoktan di Goalpara sudah mencapai 180 ekor bibit, dengan total populasi 600 ekor.
Berbeda dengan budidaya sapi perah di banyak tempat, usaha ternak yang dilakukan Gapoktan Goalpara di Kertaangsana tidak dikandangkan. Melainkan dilepas di tempat terbuka, membentuk ranch seperti di luar negeri. “Difasilitasi Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan, kami memperoleh pijaman lahan milik Perkebunan Teh Pasir Salam untuk dimanfaatkan,” tadas Hj. Fina Rosdiana, Bendahara Gapoktan Goalpara.
Menurut Ir Asep Sugianto MM, Kepala Dinas Peternakan Sukabumi, rencananya, tempat tersebut akan dijadikan kawasan terpadu. Di dalamnya terdapat usaha perbibitan, budidaya, pengolahan hasil, pengolahan pakan ternak, tempat pendidikan dan pelatihan, lapangan eksibisi serta suatu kawasan yang nantinya sebagai agrowisata. “Kawasan berbasis sapi perah itu bakalan menjelma menjadi agrowisata megah berbasis sapi perah pertama di Indonesia,” imbuh Asep. Fasilitas yang ditawarkan antara lain penginapan dan tempat pendidikan serta pelatihan agribisnis sapi perah.
Selain Gapoktan Goalpara, perusahaan sapi perah yang sudah berinvestasi di Sukabumi yakni Koperasi Peternak Sapi Perah Pasir Salam dan Taurus Dairy Farm. Di samping ternak besar, ada juga beberapa perusahaan bidang perunggasan yang sudah berinvestasi di Sukabumi. Antara lain PT Sierad Produce, PT Multibreeder Adirama Indonesia, PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Ayam Manggis, PT Cipendawa, dan PT Galur Palasari Cobbindo. Perusahaan-perusahaan tersebut sudah sejak lama memanfaatkan Sukabumi sebagai tempat yang tepat untuk menjalankan roda agribisnis.
Komoditas Lahan Kering
Di luar peternakan, Sukabumi pun menyimpan banyak potensi agribisnis tanaman pangan. Menurut Ir Dana Budiman, M.Si., Kepala Dinas Pertanian Sukabumi, di samping hortikultura, ada tiga komoditas yang akan didorong agar lebih berkembang, yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong. “Saya akan mengubah lahan kering di Sukabumi menjadi surganya komoditas lahan kering,” tandasnya. Secara keseluruhan, luas lahan kering di Sukabumi mencapai 346.834 ha. Areal tersebut tersebar di 47 kecamatan yang ada di Sukabumi.
Jagung dipilih lantaran sudah menjadi komoditas strategis dan ekonomis. Salah satunya dibutuhkan sebagai bahan baku industri pakan dan pangan. Pada panen perdana jagung hibrida di Desa Nangerang, Cicurug, Februrai lalu, Bupati Sukmawijaya mengatakan untuk menggairahkan petani lebih banyak memproduksi jagung pipil, pihaknya menggulirkan program peningkatan produktivitas melalui bantuan benih jagung hibrida sebanyak 170 ton, selama 2007. Jumlah itu untuk memenuhi 6.500 hektar kebun jagung hibrida (setara dengan 130 ton benih), dan 1.000 hektar kebun jagung komposit.
Menurut Budiman, di Sukabumi terdapat 5 sentra penanaman jagung hibrida yaitu di Kecamatan Jampang Tengah seluas 500 ha, Cikembar 500 ha, Jampangkulon 300 ha, Ciambar 500 ha, dan di Kecamatan Cicurug 500 ha. Selama 2007, Sukabumi menargetkan menanam 11.263 ha, dengan luas panen 8.448 ha dan produksi 38.023 ton.
Sampai akhir tahun ini pun, Dinas Pertanian Sukabumi menargetkan mampu menanam 10 ribu ha kacang tanah. Sementara untuk pengembangan singkong, sampai 2009 ditargetkan mencapai 60 ribu ha. ”Pemda sudah melakukan MOU dengan PT Biofuel Energi sebagai penjamin pasar. Saat ini kita sedang memacu pengembangan bibitnya dulu. Dari target 100 ha baru tertanami 15 ha,” urai Budiman. Kawasan yang bakal dijadikan sentra singkong adalah 6 kecamatan: Jampang Kulon, Surade, Jampang Tengah, Waruja, Nagrak, dan Kecamatan Kembar.
One Stop Services
Yang membanggakan, sejak Oktober lalu Pemkab Sukabumi mengembangkan program Pelayanan Sarana Agribisnis Terpadu (Pesat). Program tersebut diresmikan Mentan pada 3 Oktober lalu, berbarengan dengan pencanangan musim tanam padi 2007/2008, di Karang Tengah, Cibadak.
Menurut Budiman, rencananya Pesat akan dikembangkan sesuai dengan komoditasnya. Misalnya, Pesat padi, jagung, kacang tanah, dan Pesat tanaman hias. Satu kawasan Pesat, luasnya bisa ribuan hektar. Misalnya, Pesat singkong minimal 15 ribu ha dan Pesat kacang tanah minimal 3.000 ha.
Pesat, kata Budiman, merupakan pelayanan one stop services bagi petani atau pelaku usaha. Pasalnya, di setiap kawasan disediakan kebutuhan dari hulu sampai hilir. Misalnya di Jampang Kulon sedang dikembangkan Pesat untuk padi dan kacang tanah. Untuk keperluan budidaya disediakan sarana produksi, gudang, unit pengolahan, PPL, dan permodalam berupa kredit dari BRI. Sementara pasarnya bekerjasama dengan Bulog, RNI, dan Garuda Food.
Pemkab Sukabumi mengalokasikan dan Rp13 miliar untuk intensifikasi padi, dan Rp560 juta bagi pengembangan singkong. Selain itu, Pemkab juga memberi kemudahan dengan menawarkan kawasan yang cocok untuk komoditas tadi lengkap dengan kelompok taninya. Plus kelengkapan infrastruktur. Namun, Budiman mengakui masih ada kendala, seperti take over pada penguasaan lahan yg masih tumpang tindih.
Sejak Zaman Belanda
Sebenarnya, Sukabumi sudah terkenal sejak lama sebagai kawasan yang cocok untuk berinvestasi. Tengok saja zaman Belanda yang memanfaatkan kawasan Sukabumi sebagai salah satu sentra perkebunan teh.
“Di samping teh, kopi, dan kakao, komoditas yang kita unggulkan sekarang adalah sawit dan karet, karena prospek usaha ke depannya sangat menguntungkan,” papar Drs. Wastaram, Kepala Dinas Perkebunan Sukabumi. Untuk mendukung program revitalisasi perkebunan, khususnya karet dan sawit, Pemkab Sukabumi telah mengalokasikan dana Rp6,5 miliar dari sumber APBD.
Saat ini terdapat 239 ribu ha lahan di Sukabumi yang kurang produktif, lantaran ditanami komoditas tidak prospektif. Dari luasan tersebut, terdapat areal potensial untuk pengembangan karet dan sawit, masing-masing sekitar 50 ribu ha. “Pengembangan kedua komoditas itu akan kami genjot mulai 2008,” ucap wastaram. Sampai tahun lalu, areal perkebunan karet yang sudah ada seluas 20.514 ha. Sedangkan sawit baru 2.662 ha.
Lahan potensial tersebut adalah milik masyarakat yang kini hanya ditanami palawija, padi, dan sejumlah komoditas lain yang tidak menjanjikan secara ekonomis. Dengan ditanami palawija atau padi, hasil lahan seluas 1 ha paling banyak hanya Rp 2 juta setiap tahun. Namun, dengan karet, para petani bisa mendapatkan hasil paling sedikit Rp 1 juta setiap bulan. Apalagi bila ditanami sawit, setiap bulan petani bisa mengantungi hasil penjualan Rp4 juta—Rp5 juta.Memang dibutuhkan waktu hingga lima tahun sejak penanaman sampai pohon karet bisa disadap, atau sawit bisa dipanen. Namun, sejak penanaman hingga tahun keempat, para petani masih bisa melakukan tumpang sari. Walau demikian, Wastaram mengakui, target untuk mewujudkan perkebunan karet rakyat maupun sawit yang baru itu tidak mudah. Oleh sebab itu, kerjasama yang sinergis dan harmonis dari berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memujudkan Sukabumi sebagai sentra agribisnis. Kita tunggu hasilnya.(dwi)
Demikian salah satu kesimpulan wawancara dengan Bupati Sukabumi, H. Sukmawijaya, di kantornya, Oktober lalu. Sebab, “Omong kosong kalau kita mau mensejahterakan rakyat tanpa ada lapangan pekerjaan. Omong kosong juga ada lapangan pekerjaan kalau tidak ada investor. Dan, omong kosong pula ada investor kalau yang ditawarkan tidak menarik,” imbuhnya.
Salah satu insentif yang ditawarkan Pemkab Sukabumi bagi para calon investor adalah pelayanan satu atap di Dinas Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (Dinas PTPM). Melalui dinas tersebut, calon investor akan di berikan kemudahan denga standar-standar yang sudah ada. Bila ada pihak yang tidak puas, investor berhak komplain kepada Kepala Dinas PTPM, atau langsung kepada bupati. “Saya akan memantau ketat perkembangan dinas tersebut, agar mereka benar-benar melayani dengan baik. Bila perlu, investor itu kita perlakukan sebagai raja,” tandas Sukmawijaya.
Memang, perizinan yang diberikan Pemkab Sukabumi kepada calon investor saat ini super mudah, lantaran melalui satu pintu. Untuk izin lokasi misalnya, paling lama rampung dalam 14 hari kerja. Padahal sebelumnya sampai berbulan-bulan.
Sapi Perah dan Ayam Ras
Adalah Gapoktan Goalpara, salah satu investor bidang peternakan sapi perah, yang telah menangkap peluang investasi di Sukabumi. Mulai tahun ini, di atas bukit seluas 20 hektar di Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Gapoktan Goalpara sedang mengembangkan kawasan peternakan sapi perah. “Sampai saat ini (Oktober) kami baru mengusahakan 231 ekor bibit. Rencananya, sampai 2011 kami akan mengupayakan 1.000 ekor dengan total luas garapan 350 hektar,” papar Priatmana, Ketua Gapoktan Goalpara. Sebenarnya, gapoktan ini sudah dibentuk sejak 1997. Sebelum mengembangkan di Kertaangsana, populasi milik gapoktan di Goalpara sudah mencapai 180 ekor bibit, dengan total populasi 600 ekor.
Berbeda dengan budidaya sapi perah di banyak tempat, usaha ternak yang dilakukan Gapoktan Goalpara di Kertaangsana tidak dikandangkan. Melainkan dilepas di tempat terbuka, membentuk ranch seperti di luar negeri. “Difasilitasi Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan, kami memperoleh pijaman lahan milik Perkebunan Teh Pasir Salam untuk dimanfaatkan,” tadas Hj. Fina Rosdiana, Bendahara Gapoktan Goalpara.
Menurut Ir Asep Sugianto MM, Kepala Dinas Peternakan Sukabumi, rencananya, tempat tersebut akan dijadikan kawasan terpadu. Di dalamnya terdapat usaha perbibitan, budidaya, pengolahan hasil, pengolahan pakan ternak, tempat pendidikan dan pelatihan, lapangan eksibisi serta suatu kawasan yang nantinya sebagai agrowisata. “Kawasan berbasis sapi perah itu bakalan menjelma menjadi agrowisata megah berbasis sapi perah pertama di Indonesia,” imbuh Asep. Fasilitas yang ditawarkan antara lain penginapan dan tempat pendidikan serta pelatihan agribisnis sapi perah.
Selain Gapoktan Goalpara, perusahaan sapi perah yang sudah berinvestasi di Sukabumi yakni Koperasi Peternak Sapi Perah Pasir Salam dan Taurus Dairy Farm. Di samping ternak besar, ada juga beberapa perusahaan bidang perunggasan yang sudah berinvestasi di Sukabumi. Antara lain PT Sierad Produce, PT Multibreeder Adirama Indonesia, PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Ayam Manggis, PT Cipendawa, dan PT Galur Palasari Cobbindo. Perusahaan-perusahaan tersebut sudah sejak lama memanfaatkan Sukabumi sebagai tempat yang tepat untuk menjalankan roda agribisnis.
Komoditas Lahan Kering
Di luar peternakan, Sukabumi pun menyimpan banyak potensi agribisnis tanaman pangan. Menurut Ir Dana Budiman, M.Si., Kepala Dinas Pertanian Sukabumi, di samping hortikultura, ada tiga komoditas yang akan didorong agar lebih berkembang, yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong. “Saya akan mengubah lahan kering di Sukabumi menjadi surganya komoditas lahan kering,” tandasnya. Secara keseluruhan, luas lahan kering di Sukabumi mencapai 346.834 ha. Areal tersebut tersebar di 47 kecamatan yang ada di Sukabumi.
Jagung dipilih lantaran sudah menjadi komoditas strategis dan ekonomis. Salah satunya dibutuhkan sebagai bahan baku industri pakan dan pangan. Pada panen perdana jagung hibrida di Desa Nangerang, Cicurug, Februrai lalu, Bupati Sukmawijaya mengatakan untuk menggairahkan petani lebih banyak memproduksi jagung pipil, pihaknya menggulirkan program peningkatan produktivitas melalui bantuan benih jagung hibrida sebanyak 170 ton, selama 2007. Jumlah itu untuk memenuhi 6.500 hektar kebun jagung hibrida (setara dengan 130 ton benih), dan 1.000 hektar kebun jagung komposit.
Menurut Budiman, di Sukabumi terdapat 5 sentra penanaman jagung hibrida yaitu di Kecamatan Jampang Tengah seluas 500 ha, Cikembar 500 ha, Jampangkulon 300 ha, Ciambar 500 ha, dan di Kecamatan Cicurug 500 ha. Selama 2007, Sukabumi menargetkan menanam 11.263 ha, dengan luas panen 8.448 ha dan produksi 38.023 ton.
Sampai akhir tahun ini pun, Dinas Pertanian Sukabumi menargetkan mampu menanam 10 ribu ha kacang tanah. Sementara untuk pengembangan singkong, sampai 2009 ditargetkan mencapai 60 ribu ha. ”Pemda sudah melakukan MOU dengan PT Biofuel Energi sebagai penjamin pasar. Saat ini kita sedang memacu pengembangan bibitnya dulu. Dari target 100 ha baru tertanami 15 ha,” urai Budiman. Kawasan yang bakal dijadikan sentra singkong adalah 6 kecamatan: Jampang Kulon, Surade, Jampang Tengah, Waruja, Nagrak, dan Kecamatan Kembar.
One Stop Services
Yang membanggakan, sejak Oktober lalu Pemkab Sukabumi mengembangkan program Pelayanan Sarana Agribisnis Terpadu (Pesat). Program tersebut diresmikan Mentan pada 3 Oktober lalu, berbarengan dengan pencanangan musim tanam padi 2007/2008, di Karang Tengah, Cibadak.
Menurut Budiman, rencananya Pesat akan dikembangkan sesuai dengan komoditasnya. Misalnya, Pesat padi, jagung, kacang tanah, dan Pesat tanaman hias. Satu kawasan Pesat, luasnya bisa ribuan hektar. Misalnya, Pesat singkong minimal 15 ribu ha dan Pesat kacang tanah minimal 3.000 ha.
Pesat, kata Budiman, merupakan pelayanan one stop services bagi petani atau pelaku usaha. Pasalnya, di setiap kawasan disediakan kebutuhan dari hulu sampai hilir. Misalnya di Jampang Kulon sedang dikembangkan Pesat untuk padi dan kacang tanah. Untuk keperluan budidaya disediakan sarana produksi, gudang, unit pengolahan, PPL, dan permodalam berupa kredit dari BRI. Sementara pasarnya bekerjasama dengan Bulog, RNI, dan Garuda Food.
Pemkab Sukabumi mengalokasikan dan Rp13 miliar untuk intensifikasi padi, dan Rp560 juta bagi pengembangan singkong. Selain itu, Pemkab juga memberi kemudahan dengan menawarkan kawasan yang cocok untuk komoditas tadi lengkap dengan kelompok taninya. Plus kelengkapan infrastruktur. Namun, Budiman mengakui masih ada kendala, seperti take over pada penguasaan lahan yg masih tumpang tindih.
Sejak Zaman Belanda
Sebenarnya, Sukabumi sudah terkenal sejak lama sebagai kawasan yang cocok untuk berinvestasi. Tengok saja zaman Belanda yang memanfaatkan kawasan Sukabumi sebagai salah satu sentra perkebunan teh.
“Di samping teh, kopi, dan kakao, komoditas yang kita unggulkan sekarang adalah sawit dan karet, karena prospek usaha ke depannya sangat menguntungkan,” papar Drs. Wastaram, Kepala Dinas Perkebunan Sukabumi. Untuk mendukung program revitalisasi perkebunan, khususnya karet dan sawit, Pemkab Sukabumi telah mengalokasikan dana Rp6,5 miliar dari sumber APBD.
Saat ini terdapat 239 ribu ha lahan di Sukabumi yang kurang produktif, lantaran ditanami komoditas tidak prospektif. Dari luasan tersebut, terdapat areal potensial untuk pengembangan karet dan sawit, masing-masing sekitar 50 ribu ha. “Pengembangan kedua komoditas itu akan kami genjot mulai 2008,” ucap wastaram. Sampai tahun lalu, areal perkebunan karet yang sudah ada seluas 20.514 ha. Sedangkan sawit baru 2.662 ha.
Lahan potensial tersebut adalah milik masyarakat yang kini hanya ditanami palawija, padi, dan sejumlah komoditas lain yang tidak menjanjikan secara ekonomis. Dengan ditanami palawija atau padi, hasil lahan seluas 1 ha paling banyak hanya Rp 2 juta setiap tahun. Namun, dengan karet, para petani bisa mendapatkan hasil paling sedikit Rp 1 juta setiap bulan. Apalagi bila ditanami sawit, setiap bulan petani bisa mengantungi hasil penjualan Rp4 juta—Rp5 juta.Memang dibutuhkan waktu hingga lima tahun sejak penanaman sampai pohon karet bisa disadap, atau sawit bisa dipanen. Namun, sejak penanaman hingga tahun keempat, para petani masih bisa melakukan tumpang sari. Walau demikian, Wastaram mengakui, target untuk mewujudkan perkebunan karet rakyat maupun sawit yang baru itu tidak mudah. Oleh sebab itu, kerjasama yang sinergis dan harmonis dari berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memujudkan Sukabumi sebagai sentra agribisnis. Kita tunggu hasilnya.(dwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar