Selasa, 27 Januari 2015

INDUSTRI IMPOR PASTA, PETANI KIAN MENDERITA

Keinginan industri saus untuk mengganti bahan baku dari cabai segar ke pasta semakin menjadi-jadi. Yang bakal menderita tentu saja para petani cabai di dalam negeri.
Memasuki awal tahun 2015, nasib petani cabai yang bermitra dengan industri saus semakin tidak karuan. Pasalnya, perpanjangan kontrak penanaman cabai oleh industri hingga saat ini belum ditandatangani. Di lain sisi, para petani mitra industri sudah kadung menanamnya. “Hingga Januari, perpanjangan kontak penanaman belum di-acc oleh pihak pabrik. Padahal, kami telah mengajukan sejak September tahun lalu,” aku Alih Alfan Sugiri, Ketua Gapoktan Maju Bersama di Sukabumi. Pihak pabrik, lajut Alih, hanya berdalih bahwa seluruh kontrak dengan petani pada 2015 ditunda. Tahun lalu Gapoktan Maju Bersama menanam 17 hektar cabai merah besar. Seluruh produksinya dipasok ke pabrik saus PT. Heinz ABC Indonesia. Tahun ini, mereka juga sudah kadung menanam 15 hektar. “Akhir Januari ini kami mulai panen. Kami belum tau mau dijual ke mana,” keluh Alih.
Gara-gara Impor Pasta Salah satu sumber iHorti di Heinz ABC menyebut, jumlah petani yang bermitra tahun ini tidak lebih dari 100 petani (growers). Sementara pada 2014 ada 800-an growers. Petani yang kini masih bermitra, lanjut dia, adalah mereka yang masih terikat kontrak 2014, bukan petani baru atau pun petani yang memperpanjang kontrak. Satu growers umumnya melibatkan lebih dari 10 petani. Gapoktan Maju Bersama contohnya, melibatkan 24 petani. Bila satu growers terdiri dari 10 petani saja berarti tahun ini Heinz ABC hanya bermitra dengan 1.000 petani. Dengan kata lain, sekitar 7.000 petani lainnya yang langsung memasok ke pabrik akan gulung tikar. Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin, Fransciscus (Frangky) Welirang, pernah menyampaikan, industri akan terus berupaya mencari bahan baku untuk tetap berproduksi dari mana pun asalnya. Frangky yang juga komisaris PT. Indofood Sukses Makmur, juga menyebut umumnya industri memenuhi kebutuhannya dengan dua cara, yaitu impor dan dari dalam negeri. Pasokan dari lokal juga terbagi dua, dari pasar bebas (melalui bandar) dan dari petani mitra (growers). Memang, diakui Frangky, mendapatkan cabai impor secara availability jauh lebih mudah, terutama keterjaminan kontinutitas pasokan. Pemberhentian kemitraan dengan petani oleh pabrikan, tak lain gara-gara pabrikan berencana mengimpor cabai pasta gede-gedean. Sumber iHorti lainnya di pabrik saus mengakui pihaknya menghentikan kemitraan karena sumber bahan baku sausnya akan diganti dari impor berupa cabai pasta. Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Dadi Sudiyana, mengatakan, industri makanan di dalam negeri lebih memilih mengimpor cabai dalam bentuk pasta. Sedangkan permintaan dari cabai segar produksi petani lokal dikurangi. Tampaknya, keinginan pabrikan untuk mengimpor cabai pasta sudah mendapat lampu hijau dari pemerintah. “Tahun ini, pemerintah menjamin tidak ada impor cabai segar, kecuali dalam bentuk esens (ekstrak) atau sejenisnya,” ucap Hasanuddin Ibrahim, Dirjen Hortikultura. Ya, salah satu produk cabai olahan adalah pasta itu. Sungguh ironis bila Indonesia lebih memilih impor cabai dalam berbagai bentuk ketimbang mengutamakan produksi dalam negeri. Pak Presdien Jokowi dan Pak Menteri Perekonomian Sofyan Jalil, apakah Anda akan membiarkan negara ini terus mengimpor produk pertanian? Bukan kah Anda sempat kecewa ketika mengetahui Indonesia masih mengimpor banyak produk pertanian termasuk cabai? (dwi) )